Kepala BBPOM di Mataram, Yosef Dwi Irwan didampingi Wadir Reskrimsus Polda NTB dan Kadikes NTB, saat memperlihatkan Barang Bukti paket diduga OOT Ilegal pada Senin (13/11/2023). |
KANAL ONE, Mataram - Pengiriman 14500 tablet diduga obat-obatan tertentu _OOT_ ilegal masuk Mataram terungkap pada Jumat 10 November 2023.
14500 tablet diduga OOT ilegal ini terungkap setelah Balai Besar POM di Mataram bersama Ditrekrimsus Polda NTB melakukan operasi penindakan di salah satu ekspedisi di Mataram.
Dalam operasi penindakan ini, 1 orang tertangkap tangan sedang menerima paket yang diduga OOT Ilegal atau tanpa izin edar. 1 orang ini berinisial Rds (31) warga Kelurahan Ganti Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, NTB.
"Tersangka diamankan dalam operasi penindakan yang dilakukan oleh PPNS BBPOM di Mataram bersama dengan Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda NTB, " ujar Kepala BBPOM di Mataram, Yosef Dwi Irwan didampingi Wadir Reskrimsus Polda NTB dan Kadikes NTB, Senin (13/11/2023).
Menurutnya dari tangan tersangka yang saat ini ditahan di sel tahanan Polda NTB tersebut berhasil diamankan Trihexyphenidil 2 mg sebanyak 7000 tablet dan Tramadol sebanyak 7500 tablet.
"Jumlah total 14.500 tablet, dengan nilai ekonomi sekitar Rp. 145juta, barang barang tersebut di simpan dalam 11 pipa," ungkapnya.
Ditambahkannya, modus yang digunakan oleh tersangka ini saat mengirim OOT Ilegal tersebut menggunakan keterangan palsu.
"Di status pengirimannya di kamuflase, isinya tertulis sparepart, " terangnya.
Berdasarkan keterangan tersangka, lanjutnya, bahwa OOT Ilegal tersebut diperoleh dari supplier di Jakarta dan rencananya akan dijual ke wilayah Mataram dan Lombok Tengah.
"Untuk harga 10.500 / tablet. Berdasarkan pengakuan tersangka pengiriman OOT Ilegal rutin dilakukan setiap 3 - 4 hari sekali, di mana setiap pengiriman sebanyak sekitar 150 box dengan keuntungan diperoleh sekitar Rp 9 juta, " paparnya.
Tersangka yang saat ini masih menunggu proses hukum lebih lanjut dijerat dengan pasal 435 dan atau pasal 436 UU nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman pidana penjara 12 tahun dan atau denda Rp 5 milyar. (KO_02)
Komentar0
Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.