FPPK-PS Laporkan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Anggaran Konsinyasi Pembangunan Jalan Samota ke Kejati NTB, Pihak Ali BD Siap Kembalikan Uang Konsinyasi
KANAL ONE, MATARAM - Dewan Pengurus Pusat Lembaga Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (DPP FPPK-PS) melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan anggaran konsinyasi pembangunan jalan Samota, Kelurahan Brang Biji, Kabupaten Sumbawa kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat, Senin 02 Juni 2025.
Ketua umum FPPK-PS Abdul hatab bersama tim kuasa hukum Sri Marjuni Gaeta yakni Abdul Hafiz, SH, H. Muhammad Iskandar, SH., MH, dan Sjahrir Ramadhan, SH, telah menyerahkan berkas dugaan konspirasi jahat yang di duga dilakukan oleh para oknum yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa, Pengadilan Negeri (PN) Sumbawa dan penggugat Ali Bin Dahlan.
Dalam keterangannya saat konferensi pers di Kantor Kejati NTB, Abdul Hatab mengatakan bahwa, oknum ketua Pengadilan Negeri Sumbawa diduga telah menyalahgunakan wewenang mencairkan anggaran konsinyasi yang belum ada putusan tetap (inkracht) dari Mahkamah Agung (MA).
"Saat ini penggugat dan tergugat sedang mengajukan Akta permohonan kasasi elekteronik dengan No.3/Pdt.G/2024/PN.Sbw di Mahkamah Agung Republik Indonesia," ujar Hatab via release pada media ini (3/6/2025).
Hatab menyebutkan bahwa, PN Sumbawa telah melakukan pencairan anggaran konsinyasi tersebut, sementara pada penetapan PN Sumbawa No 4/PDT.P.KONS/2016/PN.Sbw, sudah ada penetapan nama termohon masing - masing penerima konsinyasi. Bukan di cairkan atau diterima untuk satu orang saja.
Hatab menduga ada persekongkolan jahat yang luar biasa yang dilakukan oleh oknum Kepala BPN Sumbawa dan Oknum ketua PN Sumbawa, yang dimana oknum-oknum tersebut, telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara memberikan surat rekomendasi atau surat pengantar oleh BPN Sumbawa yang ditujukan kepada ketua PN Sumbawa.
Adapuun isi surat rekomendasi tersebut yaitu Permohonan Ganti Kerugian berdasarkan Putusan Kasasi No.1299/PDT K/2023 dan terterah nomor nominatif masing-masing penerima konsinyasi. Sementara didalam surat rekomendasi permohonan ganti kerugian tersebut, telah tercantum nomor nominatif atas nama SRI Marjuni Gaeta, Syaifuddi, Alimuddin 1, Alimuddin 2, dan Supardi.
"Namun faktanya PN Sumbawa hanya menyerahkan uang konsinyasi tersebut kepada Ali BD, bukan kepada nama-nama yang tercantum dalam nomor nominatif," tegasnya.
Selanjutnya Hatab menanyakan terkait keputusan Kasasi No 1299/PDT.K/2023.
Apakah putusan tersebut ada kaitan dengan termohon penerima konsinyasi yaitu Sri Marjuni Gaeta, Syaifuddin, Alimuddi 1, Alimuddin 2 dan Supardi.
"Kalau memang putusan kasasi No. 1299/PDT.K/2023 dinyatakan inkracht dan berkekuatan hukum tetap, ada apa? dan kenapa? Ali BD melalui kuasanya menggugat Sri Marjuni Gaeta dkk di PN Sumbawa dengan perkara nomor 3/Pdt.G/2024/PN.Sbw. Dan saat ini antara penggugat dan tergugat sedang mengajukan Kasasi di MA," beber Hatab.
"Konsinyasi dicairkan sebanyak 2 kali dengan nominatif yang sama yakni nomor 87, dicairkan pada tanggal 19 September 2015 sebesar Rp.54.332.521, dan pada tanggal 7 September 2023 sebesar Rp.54.332.521," lanjutnya.
Anehnya lagi, penerima konsinyasi SHM No.1740 atas nama Alimuddin yang tidak ada kaitannya antara pengugat maupun tergugat dengan lokasi yang berbeda, turut dicairkan oleh PN Sumbawa dan diberikan kepada Ali BD melalui kuasa hukumnya.
"Artinya ini suatu persekongkolan jahat yang sangat terorganisir dalam merampok hak orang lain," geram Hatab
Berdasarkan fakta yuridis lapangan dan fakta yuridis gambar obyek SHM No.507 menjadi pertanyaan besar. BPN Sumbawa mengatakan over living SHM 507 dengan SHM No.1180 milik Sri Marjuni Gaeta dkk. Apa dasar hukumnya? Sementara SHM 507 sampai saat tidak pernah dilakukan rekonstruksi pengembalian batas oleh BPN Sumbawa.
"Dari tahun 2014 sampai saat ini saya minta SHM 507 dilakukan rekonstruksi pengembalian batas seperti SHM 1180, 1181, 1184, 1188, 1949, 1178 dan 1179, agar SHM 507 tersebut diketahui obyeknya dimana. Namun BPN Sumbawa tidak berani," tegasnya.
"Kami minta kepada Kepala Kejati NTB untuk segera melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran konsinyasi pbangunan jalan Samota dan penyalagunaan wewenang yang dilakukan oleh para oknum yang diduga teibat," pungkasnya.
Kuasa hukum Sri Marjuni Gaeta H. Iskandar menambahkan bahwa, anggaran konsinyasi yang titipkan oleh Pemda Sumbawa pada PN Sumbawa telah dicairkan 2 tahap yakni pada tahun 2015 dan tahun 2023 dengan nomor nominatif yang sama yakni nomor 87.
"Tahun 2015 dicairkan sebesar Rp.54.332.521, dan tahun 2023 sebesar Rp.54.332.521, dengan nominatif yang sama dan lokasi yang sama serta diterima oleh orang yang sama pula yakni Ali BD. Pencairan ditahun 2015 mendahului penetapan konsinyasi. Sementara konsinyasi 2016 namun uang tersebut diterima pada tahun 2015," ungkap H. Iskandar.
Selanjutnya pada tahun 2023 perkara belum ada keputusan inkracht dari pengadilan siapa pemenang dari konsinyasi tersebut. Namun pihak PN Sumbawa dengan berani mencairkan anggaran konsinyasi dan diberikan kepada pihak Ali BD.
Sementara itu ditempat yang sama Abdul Hafiz menambahkan, anggaran konsinyasi tersebut belum boleh dicairkan karena obyek yang dijadikan untuk pembangunan jalan Samota masih dalam sengketa.
"Siapapun yang merekomendasikan, uang konsinyasi tersebut tidak boleh dicairkan sebum ada putusan hukum tetap antara pihak-pihak yang bersengketa," tegasnya.
Sementara pihak Ali BD melalui kuasa hukum Basri mengatakan konsinyasi yang diajukan tersebut yakni konsinyasi terhadap jalan Samota soal kepemilikan. Persoalan dicairkannya anggaran konsinyasi tersebut menurutnya merupakan kewenanga dari PN Sumbawa dan berdasarkan rekomendasi dari BPN Sumbawa.
Disinyalir prematur karena belum ada keputusan yang inkracht, Basri menyangkal dan menyuruh untuk melakukan laporan.
"Silakan saja melapor, Ali BD tidak gentar," tantangnya.
Basri mengaku bahwa yang diajukan konsinyasi adalah obyek atau tanah disebalah utara.
"Kami ajukan konsinyasi tanah yang di sebelah utara, namun yang kami terima seperti itu, di selatan juga dicairkan ya kami terima saja dua-duanya," ujar Basri saat diwawancara media.
"Kita kan terima dari Pemgadilan, yang kami ajukan konsinyasi jalan. Karena di selatan juga di konsinyasi dengan Penko. Begitu kita ajukan dicairkan semua ya kita terima," lanjutnya.
Menurutnya dimana letak kesalahan pidananya. Karena, lanjut Basri, pihaknya hanya pemohon yang sama-sama konsinyasi dengan obyek yang di utara. Ia menyebutkan ketidak cermatan kemungkinan ada di BPN dan Pengadilan Negeri Sumbawa.
"Kalaupun kita disuruh kembalikan uang konsinyasi itu, ya kita kembalikan. Gak ada masalah kok. Kalau kita dikatakan korupsi, korupsinya diamana? Uang itu ada kok. Kesalahan ada di PN dan BPN, kenapa dana itu dicairkan dan diberikan kepada Kita, karena dikasikan semuanya kepada kita, ya kita terima," pungkasnya.
Menanggapi pernyataan kuasa hukum Ali BD, Kepala BPN Lombok Tengah Subhan (mantan Kepala BPN Sumbawa) mengatakan telah berkoordinasi dengan Surbini selalu Kabid Pertanahan di Pemda Sumbawa dan Samsul Hidayat di Kantor BPN Sumbawa terkait pengadaan jalan Samota terjadi pada tahun 2014.
"Kapan kasus itu bergulir dan segala macam saya tidak tahu," ungkap Subhan saat ditemui diruang kerjanya di Kantor BPN Lombok Tengah.
Selanjutnya pada tahun 2023, pihak Ali BD melalui pengacaranya mengajukan surat permohonan ke Kantor BPN Sumbawa terkait uang penitipan di Pengadilan Negeri Sumbawa yang dilengkapi dengan semua putusan.
"Melalui Kasi Samsul Hidayat membuat surat pengantar ke PN Sumbawa, karena penitipan uang itu di PN Sumbawa. Prinsipnya siapa yang menang atas putusan itu dialah yang berhak atas uang yang dititipkan oleh Pemda Sumbawa," ungkapnya.
"Kami hanya membuat surat pengantar, yang melakukan verifikasi terkait dengan putusan itu ranahnya teman-teman di PN Sumbawa," lanjutnya.
Dirinya membantah memberikan rekomendasi ke PN Sumbawa, namun menyebutnya sebagai surat pengantar.
Terkait penyataan Basri yang ingin mengembalikan uang konsinyasi, Subhan menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan haknya mereka.
"Kalau memang uang itu mau dikembalikan itu urusannya mereka, tidak ada urusan dengan saya, dan tidak boleh menyalahkan BPN donk, yang melakukan verifikasi kan PN Sumbawa bukan kami," pungkasnya.
Dalam hal ini Subhan selaku Kepala BPN Sumbawa yang menjabat saat itu tidak mau disalahkan oleh pihak Ali BD, dan dirinya membantah atas pernyataan Basri yang menyebutkan telah memberikan surat rekomendasi oleh BPN Sumbawa.
Penulis: KO_02
Editor: Hadi
Komentar0
Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.