Oleh: SUAEB QURY
(Wakli Sekretaris PW NU Prov NTB)
(Wakli Sekretaris PW NU Prov NTB)
Dalam lima tahun terakhir, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram mengalami lompatan signifikan di berbagai sektor. Di bawah kepemimpinan Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag., kampus ini tidak hanya mencetak berbagai capaian akademik, tetapi juga membuktikan diri sebagai institusi yang terus bertransformasi menuju standar global. Capaian ini menjadi indikator bahwa visi menjadikan UIN Mataram sebagai kampus unggul dan mendunia bukanlah sebatas slogan kosong.
Saya meyakini bahwa salah satu kunci utama keberhasilan ini adalah karakter dan pendekatan kepemimpinan Prof. Masnun yang visioner, inklusif, dan berakar kuat pada nilai-nilai keislaman yang moderat. Sebagai seorang akademisi yang telah lama berkecimpung di dunia pendidikan tinggi Islam, Prof. Masnun memahami betul bahwa transformasi kampus tidak bisa dilakukan secara instan. Ia membangun fondasi kuat melalui konsolidasi internal, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pembenahan tata kelola secara bertahap namun pasti.
Salah satu catatan penting dalam masa kepemimpinannya adalah keberhasilan mengukuhkan 63 profesor dalam kurun waktu empat tahun. Angka ini bukan hanya representasi statistik, tetapi juga simbol dari keseriusan UIN Mataram dalam meningkatkan kapasitas akademiknya. Guru besar adalah lokomotif intelektual dalam sebuah universitas. Peningkatan jumlah profesor berarti peningkatan kualitas pengajaran, penelitian, dan kontribusi pemikiran terhadap masyarakat. Ini adalah langkah strategis yang sangat fundamental bagi perguruan tinggi mana pun yang ingin bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Namun capaian tak berhenti di sana. Di bawah arahan Prof. Masnun, hampir 90 persen fakultas, jurusan, dan program studi telah meraih akreditasi “Unggul”. Akreditasi merupakan tolok ukur kualitas dan standar mutu sebuah institusi pendidikan. Raihan ini menjadi bukti bahwa UIN Mataram telah bekerja keras untuk memenuhi berbagai aspek mutu, mulai dari kurikulum, kualitas dosen, sarana prasarana, hingga tata kelola kelembagaan. Akreditasi unggul bukan semata target administratif, melainkan refleksi dari budaya mutu yang telah tertanam.
Yang menarik dari sosok Prof. Masnun adalah pendekatannya yang sangat terbuka dan akomodatif. Ia membangun komunikasi yang sehat dengan semua elemen kampus—mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan bahkan pihak eksternal. Dalam banyak kesempatan, beliau tidak segan berdialog langsung dengan mahasiswa, mendengar aspirasi, bahkan kritik. Kepemimpinan semacam ini jarang kita temukan saat ini, di mana kekuasaan kerap dijalankan secara top-down dan kaku.
Lebih jauh, Prof. Masnun juga menampilkan wajah Islam yang moderat, sejuk, dan solutif. Di tengah meningkatnya arus ekstremisme dan polarisasi sosial, beliau konsisten mengarusutamakan nilai-nilai wasathiyah Islam. UIN Mataram tidak diarahkan menjadi kampus yang eksklusif dalam doktrin keagamaan, melainkan inklusif, terbuka pada dialog lintas iman, dan aktif membangun harmoni sosial. Pendekatan ini penting agar kampus tidak menjadi menara gading, tetapi benar-benar hadir sebagai pusat peradaban yang membumi.
Dalam aspek relasi eksternal, Prof. Masnun mendorong UIN Mataram untuk membangun jejaring kolaborasi nasional dan internasional. Kerja sama dengan kampus-kampus luar negeri, lembaga riset, dan mitra industri terus diperluas. Kolaborasi ini membuka ruang internasionalisasi perguruan tinggi dan memperkuat posisi UIN Mataram dalam percaturan akademik global. Dengan visi ini, kampus tidak hanya menjadi tempat kuliah, tetapi juga menjadi laboratorium keilmuan dan laboratorium sosial yang diakui dunia.
Saya melihat bahwa Prof. Masnun juga peka terhadap kebutuhan zaman. Transformasi digital menjadi perhatian serius. Pelayanan akademik dan administrasi berbasis teknologi informasi ditingkatkan. Infrastruktur kampus dibenahi agar ramah mahasiswa dan mendukung proses belajar mengajar yang optimal. Bahkan, program-program pengembangan soft skill dan kewirausahaan mahasiswa juga digencarkan sebagai respon atas tantangan dunia kerja yang dinamis.
Namun yang paling saya kagumi adalah sikap kerendahan hati dan ketulusan dalam menjalankan amanah. Di tengah berbagai pujian atas capaian-capaian besar tersebut, Prof. Masnun tidak pernah menonjolkan dirinya secara berlebihan. Beliau selalu menyampaikan bahwa keberhasilan UIN Mataram adalah hasil kerja kolektif. Kepemimpinannya tidak bertumpu pada kekuasaan, melainkan pada keteladanan, etos kerja, dan kepercayaan. Itulah kepemimpinan yang menginspirasi.
Kini, ketika kita berbicara tentang masa depan UIN Mataram, tantangan yang dihadapi tentu tidak semakin ringan. Dunia pendidikan tinggi sedang bergerak cepat. Revolusi industri 4.0, kecerdasan buatan, hingga tantangan moral generasi muda menuntut institusi pendidikan untuk terus berinovasi. Namun saya optimis, dengan fondasi kuat yang telah dibangun Prof. Masnun, UIN Mataram memiliki bekal yang cukup untuk menjawab tantangan zaman.
Saya percaya bahwa keberhasilan sebuah kampus tidak hanya diukur dari jumlah bangunan atau peringkat, tetapi dari pengaruhnya terhadap masyarakat. Dalam hal ini, UIN Mataram telah membuktikan bahwa ia bisa menjadi agen perubahan mendorong transformasi sosial, memperkuat nilai-nilai kebangsaan, serta membentuk generasi muda yang unggul dalam intelektual dan mulia dalam akhlak.
Menutup opini ini, saya ingin menegaskan bahwa Prof. Masnun Tahir adalah teladan kepemimpinan akademik yang langka. Beliau bukan hanya rektor dalam struktur, tetapi pemimpin dalam makna yang sesungguhnya. Dedikasinya telah membawa UIN Mataram melangkah lebih jauh, lebih tinggi, dan lebih berarti. Kita patut berharap, sosok seperti beliau terus hadir dan menginspirasi generasi berikutnya dalam membangun pendidikan tinggi Islam yang unggul dan mendunia.
Komentar0
Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.