Ilustrasi Digital Marketing (Credit: Pixabay/@Mohamed_hassan) |
KANAL ONE, MATARAM - Fenomena buzzer politik dalam kampanye Pemilu disorot Akademisi Hukum Tatanegara Universitas Al-Azhar (Unizar) Mataram, Dr. Ari Wahyudi, SH.,MH.
Dalam sebuah kesempatan, Akademisi Dr. Ari, menerangkan bahwa buzzer politik merupakan sekelompok orang atau orang yang bekerja untuk melakukan propaganda atau kampanye politik via media sosial.
"Buzzer sebenarnya secara kacamata hukum itu sama dengan sekelompok orang atau orang yang memang dibayar untuk jasanya, khusus dalam buzzer politik ini mereka dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mempublikasikan," ujarnya.
Strategi digital oleh buzzer politik terbagi menjadi dua model kampanye. Pertama dengan kampanye positif dan kedua kampanye negatif.
Jika buzzer politik melakukan kampanye positif maka mereka tidak bisa dijerat dengan hukum Undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Namun sebaliknya, jika buzzer politik melakukan propaganda negatif seperti melakukan ujaran kebencian di media sosial maka mereka bisa di jerat UU ITE.
"Sebenarnya buzzer ini di depan kacamata hukum tidak bisa di pidana atau tidak bisa dikenakan hukum, sepanjang mereka mempromosikan atau mengkampanyekan orang lain tidak mengganggu atau tidak menghasut tidak mengujar kebencian,
Tetapi kalau buzzer ini dimanfaatkan dengan secara negatif tentu bisa dikenakan secara hukum khususnya Undang-undang ITE, bisa saja dikenakan dengan Undang-undang Pemilu," tuturnya.
Penulis: KO_02
Editor: Hadi
Komentar0
Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.